Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and
International Studies (CSIS), Noory Okhtariza mengatakan Presiden Joko
Widodo atau Jokowi perlu bicara langsung merespons keputusan Pengadilan Jakarta Pusat
yang memerintahkan KPU RI menunda tahapan Pemilu 2024.
Menurut dia, kendati respons pemerintah sebelumnya telah disuarakan oleh
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfd MD, tetapi Jokowi
tetap dirasa perlu untuk memberikan tanggapan dan pernyataan sikap. Pasalnya
urusan mengenai Pemilu merupakan urusan yang amat penting yang terkait
dengan sirkulasi elite atau elite turnover.
"Ini komponen penting sekali dalam demokrasi. Kita juga ingin mendengar
pendapat presiden gimana, sikap presiden gimana, posisi presiden dalam hal ini seperti apa? Ya kan," kata Noory dikutip
dari YouTube CSIS Indonesia, Jumat (3/3/2023).
"Pak Mahfud sudah menyampaikan yang tadi saya sebutkan ya. Sekarang
presiden gimana sikapnya?" sambungnya.
Menurut Noory, publik tentu menanti-nanti sikap resmi dari seorang kepala
negara terhadap isu besar dan penting menyangkut Pemilu.
"Apakah presiden akan mengatakan secara normatif menghormati keputusan
pengadilan, artinya mungkin meminta KPU untuk mengajukan banding atau
presiden memberikan hint, memberikan petunjuk-petunjuk bahwa ini keputusan
harus dilawan," kata Noory.
"Dan KPU tetap menjalanan proses tahapan-tahapan Pemilu sebagaimana yang
sudah terjadwal. Ya ini penting untuk memberikan arah yang jelas soal posisi
negara terhadap keputusan pengadilan," ujarnya.
Pemerintah Harus Turun Tangan
Direktur Eksekutif ALGORITMA, Aditya Perdana menyarankan pemerintah buka
suara menyusul keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang meminta KPU RI
menunda tahapan Pemilu.
Buka suara yang dimaksud ialah agar pemerintah memastikan tidak ada agenda
terselubung yang mengupayakan penundaan Pemilu 2024. Pasalnya indikasi ke
arah sana semakin menguat lewat adanya putusan hakim PN Jakpus.
"Di luar KPU akan menyelesaikan persoalan hukum terkait hal di atas maka
seyogyanya pemerintah pun harus turun tangan memastikan bahwa semua agenda
yang diindikasikan untuk menunda Pemilu tidak akan terjadi dan tidak akan
didukung oleh pemerintah dalam bentuk apapun," kata Aditya dalam
keterangannya, Jumat (3/3/2023).
Pernyataan itu menurut Aditya mau tidak mau harus disampaikan secara
terbuka oleh pemerintah.
"Ini harus dinyatakan sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam mendukung
penyelenggaraan Pemilu nanti," kata Aditya.
Dosen Ilmu Politik FISIP UI ini memandang publik akan memberikan reaksi
negatif atas putusan PN Jakpus. Terlebih masih adanya asumsi upaya menunda Pemilu 2024.
"Publik dan masyarakat sipil pun, menurut saya akan terus bereaksi negatif
terhadap upaya siapapun yang menginginkan adanya penundaan Pemilu sebagai
bentuk pelanggaran konstitusi kita," kata Aditya.
Merujuk hasil survei nasional ALGORITMA di bulan Desember 2022 menyatakan
bahwa lebih dari tiga perempat masyarakat menolak penundaan Pemilu dan 66
persen tidak setuju perpanjangan masa jabatan presiden.
"Sehingga putusan PN tersebut sebenarnya memicu kemarahan dan kekecewaan
publik terhadap pihak-pihak yang berniat menggagalkan agenda besar politik 5
tahunan kita, yaitu Pemilu," kata Aditya.
Sementara itu, terkait keputusan PN Jakpus yang memerintahkan KPU menunda
Pemilu, Aditya memandang hal itu di luar wewenang.
"Selain tentu putusan PN Jakarta Pusat yang tidak berdasar dan tidak
memiliki kewenangan dalam mengajukan penundaan pemilu yang disampaikan, isu
penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden adalah isu politik
yang sensitif di mata publik saat ini," tutur Aditya.
Copas dari
https://www.suara.com/news/2023/03/03/121048/jokowi-harus-bicara-rakyat-ingin-dengar-sikap-presiden-soal-putusan-pn-jakpus-tunda-pemilu?page=all
No comments:
Post a Comment
Yang Sopan yang Sesuai dengan UU ITE